Among adalah istilah Jawa yang merupakan akar kata dari pamong, pamomong dan momong. Makna dari kata among secara harfiah adalah asuh atau mengasuh. Dalam khazanah keyakinan masyarakat Jawa, manusia lahir di dunia ini tidak dilahirkan sendirian, namun ada 4 saudara yang menyertai kelahiran seorang bayi yang biasa disebut sedulur atau saudara. Keempat sedulur itu adalah kawah (air ketuban) sebagai kakang (kakak), ari- ari (plasenta) sebagai adhi (adik), getih (darah), tali puser (tali pusar), serta dhiri (tubuh bayi) sebagai pancer (pusat). Naluri inilah yang hingga saat ini masih diugemi dan diyakini oleh masyarakat Jawa. Dan bahwa saudara ini hadir menyertai seseorang sejak dalam kandungan, lahir, hidup, hingga kelak mati. Dalam keseimbangan ini pula nasib seseorang terkait hidup, rejeki, jodoh, dan pati (ajal) bisa dirumuskan.
Menyadari akan hal itu, biasanya setiap selapan atau 35 hari sekali dibuatlah bancakan. Pelaksanaannya tepat di hari dan pasaran atau biasa disebut weton. Adapun macam dari bancakan among-among biasanya sesuai kebutuhan dan kemampuan keluarga yang melaksanakannya. Misalnya, dalam bentuk yang sederhana, biasanya among-among memuat aneka makanan yang berupa tumpeng, urap, jajan pasar,dan aneka jenang serta bunga.
Tujuan dilaksanakannya among-among adalah sebagai ucapan syukur atas kesehatan dan keselamatan, ketenteraman, ketenangan dan keteguhan batin. Selain doa yang disampaikan ke pada Gusti Allah, among-among ini juga sebagai wujud ucapan terima kasih pada para sedulur yang telah menjadi pamomong. Karena dengan adanya pamomong diyakini keseimbangan jasmani dan rohani seseorang akan terjaga. Sebangun dengan hal itu, keberadaan jagad cilik (mikrokosmos) dan jagad gedhé (makrokosmos) dalam diri setiap manusia termanifestasikan pada semakin baiknya kemampuan manusia dalam mengolah nafsu lawamah, supiyah, amarah, dan mutmainah.
Meskipun zaman semakin maju dan rasionalitas manusia menjadi garda depan, namun eksistensi tradisi ini masih terjaga dengan baik di tengah masyarakat, terutama di pedesaan. Selain memiliki fungsi personal, tradisi ini juga memiliki fungsi komunal, yakni menciptakan ruang sosialisasi, mempererat solidaritas, dan meneguhkan sikap hidup kebersamaan. Selain itu, yang paling utama dari seluruh tujuan hidup masyarakat jawa adalah slamet (selamat dunia dan akhirat).
***
Ilustrasi: foto karya Felipe Salgado.