Kepompong Stay at Home


 
Tidak ada sesuatu apa pun kejadian di muka bumi ini tanpa izin-Nya.
Terlepas COVID-19 sebagai perang virus hasil rekayasa manusia atau wabah tho’un sebagaimana tersebut dalam risalah-Nya. Stay at Home adalah manifestasi wukuf qolby, suatu metamorfosis dari protosintesa dalam simbiosis suatu ekosistem.
Di balik maraknya virus corona, entah simbiosis mutualisme atau (se)parasitisme ?
Mari kita sikapi kebijakan protokol COVID-19 sebagai momentum untuk berkontemplasi reflektif. Bertapa tanpa intervensi yg merusak syariat ibadah mahdah.
Pertapaan stay at home sebagaimana ulat yg sibuk merusak vegetasi tanpa pandang bulu. Bulunya membuat risih, gatal. Kotorannya menjijikkan kemudian membungkus tubuhnya dengan daun yang jadi makanannya.
Hikmah di balik virus corona pun memaksa homo sapiens, binatang berakal, secara tiba-tiba mengubah dirinya menjadi kepompong stay at home.
Mengapa harus bertapa dan menjadi kepompong stay at home?
Berhenti sejenak dari ritus rutinitas yang sia-sia demi mempersiapkan diri menjadi kupu-kupu yang indah untuk menebarkan serbuk putik dari bunga yang satu ke bunga yang lain agar bumi menjadi indah, itulah خير الناس أنفعهم للناس. Khoirunnas anfa’uhum linnas yang artinya “sebaik-baiknya manusia adalah seseorang yang bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni)
Wallahu a’lam. (MA)
***
Heru Wahyu Kismoyo | Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

About the Author

You may also like these