Menyiapkan Kemarin, Menyelesaikan Esok

Dari sekian banyak konsepsi mengenai waktu dalam ruang tiga dimensi, ada tiga model yang cukup familiar bagi saya. Ketiganya adalah: waktu linear, waktu siklikal, dan waktu paralel.

Waktu linear sebagaimana sebuah perjalanan dengan titik permulaan nun dahulu kala dan titik tujuan pada kelak yang entah. Sedangkan kini adalah titik yang senantiasa bergeser dari dulu ke nanti. Konsepsi ini lazim dipakai oleh peradaban modern.

Waktu siklikal, lekat dengan term Jawa cakra manggilingan, berputar layaknya roda atau arloji dengan pengulangan masa yang stabil. Masa kini telah pernah terjadi dahulu dan akan berlangsung lagi kelak. Konsepsi ini kemudian memunculkan periode pengulangan masa dengan pembagian tak terhingga, dari jeda sekejap (sepersekian miliar detik) hingga jeda luar biasa panjang (sekian miliar tahun). Model siklikal akrab dengan pola pikir kaum tradisionalis dan religius.

Waktu paralel paling tak populer di antara yang lainnya. Perspektif ini memandang waktu sebagai sebuah titik mampatnya segenap peristiwa sepanjang zaman. Artinya, masa lalu, masa kini, juga masa depan seluruhnya sedang berlangsung pada satu kala.

Ilustrasi sederhana untuk menggambarkan konsep waktu paralel adalah sebuah file video. File video tersebut berisi rangkaian frame-frame gambar yang masing-masing memiliki titik tanda waktu sendiri-sendiri. Rangkaian frame yang digeser dengan kecepatan tertentu akan memunculkan ilusi seolah peristiwa bergerak dari suatu mula ke suatu akhir. Di sisi lain, kita mafhum bahwa keseluruhan frame itu eksis pada satu kala yang sama. Jadi, alur peristiwa dalam video tersebut, dari awal hingga akhir, ada sekaligus pada saat ini.

Secara pribadi, saya lebih sreg dengan model waktu paralel. Ia kompatibel dengan gagasan predestinasi, urip sakderma nglakoni. Waktu paralel membebaskan batin kita dari sesal atas masa lalu dan khawatir akan masa depan. Menerima yang lalu jadi begitu enteng, menyambut yang akan datang tak lagi jadi beban.

Kemungkinan yang terbuka dengan konsepsi ini adalah bahwa kita jadi bisa menyusun rencana untuk apa yang telah terjadi, sekaligus mensyukuri segenap yang akan terjadi. Tak lagi janggal frasa: menyiapkan kemarin, membereskan esok.

Lantas, bagaimana dengan harapan?
Apa kabar pilihan-pilihan?
Bagaimana posisi ikhtiar dan perubahan nasib?
Sila telaah sendiri.

***

Foto: Brooke Campbell

About the Author

You may also like these